jangkauaninfo.com – Solo memiliki sebuah bunker unik yang dulunya digunakan untuk bersembunyi dan menyimpan harta selama masa penjajahan. Salah satu bunker unik yang menarik perhatian adalah Bunker Setono, yang terletak di Kampung Batik Laweyan, Solo. Bunker ini berada di sebuah rumah kuno yang sempat tak terawat setelah pemiliknya, Harun Mulyadi, meninggal. Kini, rumah tersebut telah dirawat oleh warga sekitar dan menjadi salah satu objek wisata yang menarik di Solo.
” Baca Juga: Tol Gilimanuk-Mengwi Kembali Dilelang Oleh Kementrian PUPR “
Bunker Setono terletak di RT 2 RW 2, Kampung Setono, Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, Kota Solo. Rumah ini berada di depan Villa Tria dan dipagari dengan tembok bata setinggi dua meter serta memiliki regol kayu bercat hijau. Ketika memasuki regol tersebut, terdapat dua rumah limasan yang menghadap ke selatan. Salah satu dari rumah tersebut adalah tempat di mana Bunker Setono berada. Meskipun rumah dengan bunker ini terlihat sepi, rumah di sebelahnya masih aktif dengan aktivitas para pembatik.
Menurut Sutanto, pengelola Bunker Setono yang juga Ketua RT setempat. Rumah ini dulunya dimiliki oleh pasangan suami istri pengusaha batik di Laweyan. Setelah mereka meninggal, rumah tersebut diwarisi oleh pembantu mereka yang berasal dari Wonogiri, bernama Harun Muryadi. Setelah Harun meninggal, rumah ini dibiarkan kosong hingga akhirnya dirawat oleh warga sekitar. Rumah ini tercatat dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas nama Wiryo Supadmo. Seorang juragan batik yang tidak memiliki anak dan hanya memiliki keponakan-keponakan.
Rumah berbunker ini berdiri di atas tanah seluas 500 meter persegi. Ruangan depan berupa pelataran beratap dengan luas sekitar 7 x 8 meter, yang dulunya digunakan oleh karyawan untuk mengecek batik yang sedang diproses. Bagian belakang rumah, yang lebih tinggi sekitar 30 sentimeter dari pelataran, merupakan ruang yang lebih luas dan merupakan tempat di mana bunker berada. Bagian belakang ini disebut sebagai sitinggil, yang digunakan oleh juragan untuk menerima laporan dari karyawannya setelah pekerjaan selesai.
” Baca Juga: Minimnya Minat Generasi Muda Terhadap Sektor Pertanian “
Gaya arsitektur rumah ini mengikuti tradisi rumah-rumah juragan batik di Laweyan. Di mana bunker berada di tengah rumah dan dulunya di atas bunker tersebut terdapat tempat tidur sang juragan. Selain itu, di luar rumah terdapat kamar mandi dan sumur tua dengan bak besar di sampingnya. Bak ini dulunya digunakan untuk mendukung aktivitas bisnis batik. Menurut Sutanto, ada dua versi mengenai usaha yang dijalankan oleh almarhum Wiryo. Apakah pengusaha batik atau pengusaha pewarnaan batik, mengingat adanya bak-bak besar di sekitar rumah yang menunjukkan kegiatan pewarnaan batik.