Jangkauan info – Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi signifikan terkait dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) serta kenaikan Indonesia Crude Price (ICP), yang secara langsung berdampak pada biaya pengadaan energi seperti listrik dan bahan bakar minyak di negara ini.
Menurut Komaidi Notonegoro, seorang Pengamat Ekonomi Energi dan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute.[1] Biaya pengadaan energi di Indonesia meningkat karena naiknya harga bahan baku serta fluktuasi nilai tukar rupiah. “Simulasi menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga minyak mentah sebesar 1 dolar AS per barel akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp150 per liter,” ungkap Komaidi.
“Baca juga: GS Caltex Menghadapi Tantangan Baru dengan Kedatangan Kiyoshi Abo“ [2]
Lebih lanjut, pelemahan rupiah sebesar Rp100 per dolar AS juga berpotensi meningkatkan biaya pengadaan BBM sebesar Rp100 per liter.[3] Dalam konteks ini, data kurs tengah Bank Indonesia selama semester pertama tahun 2024 mencatatkan rata-rata Rp15.892 per dolar AS, melebihi asumsi APBN 2024 sebesar Rp15.000 per dolar AS.
Dengan demikian, Komaidi memperkirakan bahwa pelemahan rupiah telah berkontribusi pada kenaikan biaya pengadaan BBM sekitar Rp705 per liter. Situasi ini diperparah dengan realisasi rata-rata ICP yang juga lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN 2024.
Dampak dari pelemahan nilai tukar terhadap harga energi, khususnya BBM, ternyata tidak hanya dirasakan oleh Indonesia tetapi juga negara-negara lain. Sebagai contoh, harga rata-rata BBM jenis Bensin RON 95 selama semester pertama tahun 2024 di beberapa negara seperti Singapura, Filipina, Thailand, Laos, dan Vietnam mencatatkan angka yang bervariasi.
“Simak juga: Bank DKI Menggebrak dengan Skema Pembiayaan Inovatif untuk Armada Baru Transjakarta“ [4]
Komaidi menekankan bahwa dalam menghadapi kondisi ini. Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan harga BBM yang proporsional dan mengantisipasi risiko ekonomi serta sosial yang mungkin timbul akibat terganggunya pasokan BBM di dalam negeri.[5] “Sebagian besar dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bergantung pada harga energi. Yang berdampak signifikan terutama terhadap sektor konsumsi,” tambahnya.
Sementara penyesuaian harga BBM dapat menjadi pilihan logis dalam konteks keberlanjutan ekonomi. Pemerintah perlu mengambil langkah hati-hati untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap inflasi dan sektor konsumsi yang sensitif. Langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas ekonomi serta menjaga keseimbangan anggaran negara di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian.
[1] https://m.tribunnews.com/bisnis/2024/06/28/rupiah-makin-letoy-biaya-pengadaan-energi-melonjak-pengamat-sebut-apbn-kian-tertekan
[2] https://langgananinfo.com/sportstainment/gs-caltex-menghadapi-tantangan-baru-dengan-kedatangan-kiyoshi-abo/
[3] https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/50241/t/Rupiah%20Melemah,%20Pemerintah%20Jangan%20Buru-buru%20Naikkan%20Harga%20BBM%20Bersubsidi
[4] https://infoinspiratif.com/berita/bank-dki-menggebrak-dengan-skema-pembiayaan-inovatif-untuk-armada-baru-transjakarta/
[5] https://halloindo.com/tribunnews/rupiah-makin-letoy-biaya-pengadaan-energi-melonjak-pengamat-sebut-apbn-kian-tertekan