Nike Kurangi Produksi di China untuk Antisipasi Tarif Impor AS
jangkauaninfo.com – Produsen sepatu global asal Amerika Serikat, Nike, mengambil langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada fasilitas produksi di China. Keputusan ini menyusul kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, terhadap sejumlah negara termasuk China. Kebijakan tersebut menyebabkan potensi beban biaya tambahan bagi Nike hingga mencapai USD 1 miliar.
Chief Financial Officer Nike, Matthew Friend, mengungkapkan bahwa sekitar 16 persen sepatu yang diimpor ke Amerika Serikat saat ini masih berasal dari China. Angka tersebut menjadi perhatian utama perusahaan mengingat beban tarif yang meningkat tajam. “Kami akan mengoptimalkan distribusi sumber produksi dan mengalokasikan ulang produksi ke berbagai negara untuk mengatasi beban biaya baru di pasar AS,” ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (27/6).
“Baca Juga: Medco Tambah Dua Sumur Geothermal Baru”
Untuk mengatasi tekanan tersebut, Nike berencana memindahkan sebagian lini produksinya ke negara lain yang memiliki hubungan dagang lebih stabil dengan Amerika Serikat. Langkah ini sejalan dengan strategi jangka panjang perusahaan untuk menciptakan rantai pasok yang lebih tangguh dan responsif terhadap dinamika global.
Pemindahan produksi ini juga diiringi dengan langkah penyesuaian harga jual. Nike berencana menaikkan harga beberapa produk di pasar AS guna menyerap sebagian dampak tarif. Meski terdengar berisiko, analis menilai keputusan tersebut cukup rasional mengingat produsen lain di industri yang sama kemungkinan akan mengambil langkah serupa. “Dampak tarif ini memang signifikan. Tapi saya memperkirakan pemain lain di industri olahraga juga akan menaikkan harga, jadi Nike mungkin tidak akan kehilangan banyak pangsa pasar di AS,” kata David Swartz, analis dari Morningstar Research.
Selain penyesuaian produksi, Nike juga mengarahkan fokus pada lini produk yang menunjukkan performa terbaik, yakni sepatu lari. Penjualan produk seperti Pegasus dan Vomero mengalami pertumbuhan pada kuartal keempat, setelah sebelumnya sempat melemah. Sementara itu, produksi sepatu klasik seperti Air Force 1 akan dikurangi.
Analis Citi, Monique Pollard, mengatakan bahwa inovasi produk lari dan pakaian olahraga menjadi kekuatan utama Nike saat ini. “Produk baru ini diperkirakan bisa menutup penurunan penjualan sepatu klasik di toko mitra grosir Nike,” jelasnya.
Meski menghadapi tekanan eksternal dari tarif dan pergeseran strategi produksi, Nike tetap menunjukkan optimisme terhadap kondisi keuangannya. Perusahaan memproyeksikan penurunan pendapatan kuartal pertama fiskal dalam kisaran “mid-single digit” atau sekitar 5 persen.
Angka tersebut masih lebih baik dibandingkan perkiraan analis dari LSEG yang memperkirakan penurunan sebesar 7,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa strategi efisiensi dan penguatan lini produk unggulan cukup efektif dalam menahan penurunan kinerja.
“Baca Juga: Kejagung Tekan MoU Operator Seluler untuk Akses Penyadapan”
Langkah diversifikasi produksi Nike mencerminkan kebutuhan korporasi global untuk memiliki rantai pasok yang lebih adaptif. Ketegangan perdagangan antara AS dan China menjadi faktor utama yang memaksa banyak perusahaan multinasional untuk mengevaluasi lokasi produksi mereka.
Nike tidak hanya bereaksi terhadap tarif, tetapi juga memperkuat basis produksi di negara alternatif seperti Vietnam dan Indonesia. Ini sejalan dengan tren industri manufaktur global yang terus mencari lokasi produksi dengan efisiensi biaya dan stabilitas regulasi lebih baik. Penyesuaian cepat yang dilakukan Nike menunjukkan fleksibilitas perusahaan dalam menghadapi kebijakan ekonomi yang fluktuatif, sembari menjaga daya saing produk dan loyalitas konsumen di pasar utama seperti Amerika Serikat.